Sebenar-benar filsafat
adalah diriku sendiri. Jika aku Socrates maka ilmu itu adalah pertanyaan. Jika
aku Perminedes maka bagiku ilmu itu tetap. Jika aku Heraclitos maka aku
berkebalikan dengan Perminedes, bagiku ilmu itu berubah. Jika aku Aristoteles,
maka ilmu itu adalah pengalaman. Jika aku Rene Descartes, maka ilmu itu adalah
keraguan. Jika aku David Hume, maka ilmu
itu totalitas dari pengalamanku. Jika aku Immanuel Kant, maka ilmu itu adalah
Keputusan. Jika aku Browner, maka ilmu itu adalah intuisi
Jika aku Hegel, maka ilmu itu adalah sejarah. Jika aku Wittganstein, maka ilmu itu adalah bahasa. Jika aku Einsten, maka bagiku ilmu itu relatif. Jika aku Russel, maka bagiku ilmu itu adalah logika. Jika aku Lakatos, maka ilmu itu adalah kesalahan-kesalahan
Jika aku August de comte, maka bagiku ilmu itu positif. Bagiku sumber kebenaran mutlak (absolut) adalah kebenaran yang bersumber dari Allah SWT.. Amiin..
Jika aku Hegel, maka ilmu itu adalah sejarah. Jika aku Wittganstein, maka ilmu itu adalah bahasa. Jika aku Einsten, maka bagiku ilmu itu relatif. Jika aku Russel, maka bagiku ilmu itu adalah logika. Jika aku Lakatos, maka ilmu itu adalah kesalahan-kesalahan
Jika aku August de comte, maka bagiku ilmu itu positif. Bagiku sumber kebenaran mutlak (absolut) adalah kebenaran yang bersumber dari Allah SWT.. Amiin..
Ikhlas dalam
pikir dan ikhlas dalah hati, begitulah. Jika ikhlas dalam filsafat adalah
ikhlas dalam pikir, maka sebenar-benar ikhlasnya pikiran adalah "pure
reason". Pure reason itu tidak lain tidak bukan adalah terbebas dari
"prejudice". Prejudice adalah pengetahuanmku juga. Jika aku katakan
pengetahuanku adalah hidupku, maka "prejudice" adalah hidupku juga.
Maka
"menuju prejudice" adalah pegetahuanku atau logosku. Sedangkan
"menjadi prejudice" adalah mitosku. Maka "bukan prejudice"
itu adalah anti-tesis dari prejudice, dan sebaliknya. Jadi ikklas dalam
pikiranku adalah kesediaan dan kesiapanku membuat anti-tesis dari
pengetahuanku. Tidak hanya itu saja, ikhlas dalam pikiranku juga kesediaanku
dan kesiapanku membuat sintetis antara tesis dan anti-tesis. Itulah
sebenar-benar ilmumu dan juga filsafatku. Maka telah terbukti bahwa iklhas
dalam pikir tidak lain tidak bukan ternyata adalah filsafat itu sendiri. Jika
aku pikir filsafat adalah "bijak" ku maka ikhlas dalam pikir itu
ternyata adalah juga "bijak" ku juga.
Ilmu bermodal
ilmu, ikhlas bermodal ikhlas, hidayah bermodal hidayah, bertanya bermodal
bertanya. Maka tiadalah kemampuan bertanya itu datang seketika dari langit,
tiada pulalah hidup itu sekonyong datang dari langit, kecuali hal yang demikian
juga adalah ikhtiar. Maka telah ditemukan bahwa ikhtiarku itulah hidupku. Dari
ikhlas pikir sampai ikhtiar dan hidup. Itulah setiap kata-kataku adalah puncak
gunung es duniaku. Maka ilmuku adalah penjelasanku dari setiap puncak gunung es
ku. Penjelasanku adalah ilmuku adalah filsafatku dan ternyata adalah ikhlas
pikirku. Maka ikhlas dalam filsafat adalah ikhlas dalam pikir adalah ternyata
filsafat itu sendiri. Itulah yang sebenar-benar sedang aku hadapi. Belajar
filsafat adalah usahaku menggapai ikhlas dalam pikirku.
Filsafat
adalah olah pikir yang refleksif. Filsafat itu seperti kromosom pada
genetika, yaitu mempunyai struktur, yang mana struktur tersebut sama dimanapun.
Filsafat makro pada dunia mempunyai struktur yang sama dengan filsafat negara,
kaum industrial trainer, kaum old humanis, serta sama dengan filsafatku. Yang
berbeda hanya content dan metodenya. Struktur tersebut adalah
ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Ontologi adalah hakekat. Epistimologi
adalah metode. Sedangkan aksiologi adalah nilai atau norma yang berlaku dalam
kehidupan manusia. Namun, sejatinya epistimologi tidak hanya metode, tetapi
juga sumber pengetahuan, kebenaran ilmiah, pengembangan ilmu. Ontologi dan
epistimologi tidak dapat saling dipisahkan. Ketika kita mengatakan hakekat maka
itu ontologi. Hakekat tidak akan pernah bisa kita temukan kalau tidak
dipikirkan. Memikirkan/mempelajari hakekat merupakan epistimologi. Hakekat
merupakan ontologi, namun apa itu hakikat merupakan epistimologi. Epistimologi
merupakan teori berpikir. Ketiga struktur tersebut sangat penting dan merupakan
satu kesatuan. Semua yang kita pelajari (apa yang ditulis, dibicarakan)
adalah epistimologi sehingga ada yang menyebut epistimologi dengan filsafat
ilmu. Filsafat ilmu adalah filsafat itu sendiri.
Berfilsafat itu berpikir yang reflektif yang
mencakup olah pikir kita dan pengalaman kita, hanya bertanya saja sudah
melakukan filsafat. Ada berpikir yang tidak memakai pengalaman dan juga
pengalaman yang tidak memakai berpikir. Sebagian besar manusia tidak memikirkan
pengalamannya dan tugas filsafat adalah memikirkan pengalaman-pengalaman
tersebut.