Senin, 13 Januari 2014

Membangun Pengetahuan




Sebenar-benar filsafat adalah diriku sendiri. Jika aku Socrates maka ilmu itu adalah pertanyaan. Jika aku Perminedes maka bagiku ilmu itu tetap. Jika aku Heraclitos maka aku berkebalikan dengan Perminedes, bagiku ilmu itu berubah. Jika aku Aristoteles, maka ilmu itu adalah pengalaman. Jika aku Rene Descartes, maka ilmu itu adalah keraguan.  Jika aku David Hume, maka ilmu itu totalitas dari pengalamanku. Jika aku Immanuel Kant, maka ilmu itu adalah Keputusan. Jika aku Browner, maka ilmu itu adalah intuisi
Jika aku Hegel, maka ilmu itu adalah sejarah. Jika aku Wittganstein, maka ilmu itu adalah bahasa. Jika aku Einsten, maka bagiku ilmu itu relatif. Jika aku Russel, maka bagiku ilmu itu adalah logika. Jika aku Lakatos, maka ilmu itu adalah kesalahan-kesalahan
Jika aku August de comte, maka bagiku ilmu itu positif. Bagiku sumber kebenaran mutlak (absolut) adalah kebenaran yang bersumber dari Allah SWT.. Amiin..
Ikhlas dalam pikir dan ikhlas dalah hati, begitulah. Jika ikhlas dalam filsafat adalah ikhlas dalam pikir, maka sebenar-benar ikhlasnya pikiran adalah "pure reason". Pure reason itu tidak lain tidak bukan adalah terbebas dari "prejudice". Prejudice adalah pengetahuanmku juga. Jika aku katakan pengetahuanku adalah hidupku, maka "prejudice" adalah hidupku juga.
Maka "menuju prejudice" adalah pegetahuanku atau logosku. Sedangkan "menjadi prejudice" adalah mitosku. Maka "bukan prejudice" itu adalah anti-tesis dari prejudice, dan sebaliknya. Jadi ikklas dalam pikiranku adalah kesediaan dan kesiapanku membuat anti-tesis dari pengetahuanku. Tidak hanya itu saja, ikhlas dalam pikiranku juga kesediaanku dan kesiapanku membuat sintetis antara tesis dan anti-tesis. Itulah sebenar-benar ilmumu dan juga filsafatku. Maka telah terbukti bahwa iklhas dalam pikir tidak lain tidak bukan ternyata adalah filsafat itu sendiri. Jika aku pikir filsafat adalah "bijak" ku maka ikhlas dalam pikir itu ternyata adalah juga "bijak" ku juga.
Ilmu bermodal ilmu, ikhlas bermodal ikhlas, hidayah bermodal hidayah, bertanya bermodal bertanya. Maka tiadalah kemampuan bertanya itu datang seketika dari langit, tiada pulalah hidup itu sekonyong datang dari langit, kecuali hal yang demikian juga adalah ikhtiar. Maka telah ditemukan bahwa ikhtiarku itulah hidupku. Dari ikhlas pikir sampai ikhtiar dan hidup. Itulah setiap kata-kataku adalah puncak gunung es duniaku. Maka ilmuku adalah penjelasanku dari setiap puncak gunung es ku. Penjelasanku adalah ilmuku adalah filsafatku dan ternyata adalah ikhlas pikirku. Maka ikhlas dalam filsafat adalah ikhlas dalam pikir adalah ternyata filsafat itu sendiri. Itulah yang sebenar-benar sedang aku hadapi. Belajar filsafat adalah usahaku menggapai ikhlas dalam pikirku.
Filsafat adalah olah pikir yang refleksif. Filsafat itu seperti kromosom pada genetika, yaitu mempunyai struktur, yang mana struktur tersebut sama dimanapun. Filsafat makro pada dunia mempunyai struktur yang sama dengan filsafat negara, kaum industrial trainer, kaum old humanis, serta sama dengan filsafatku. Yang berbeda hanya content dan metodenya. Struktur tersebut adalah ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Ontologi adalah hakekat. Epistimologi adalah metode. Sedangkan aksiologi adalah nilai atau norma yang berlaku dalam kehidupan manusia. Namun, sejatinya epistimologi tidak hanya metode, tetapi juga sumber pengetahuan, kebenaran ilmiah, pengembangan ilmu. Ontologi dan epistimologi tidak dapat saling dipisahkan. Ketika kita mengatakan hakekat maka itu ontologi. Hakekat tidak akan pernah bisa kita temukan kalau tidak dipikirkan. Memikirkan/mempelajari hakekat merupakan epistimologi. Hakekat merupakan ontologi, namun apa itu hakikat merupakan epistimologi. Epistimologi merupakan teori berpikir. Ketiga struktur tersebut sangat penting dan merupakan satu kesatuan. Semua yang kita pelajari (apa yang ditulis, dibicarakan) adalah epistimologi sehingga ada yang menyebut epistimologi dengan filsafat ilmu. Filsafat ilmu adalah filsafat itu sendiri. 
Berfilsafat itu berpikir yang reflektif yang mencakup olah pikir kita dan pengalaman kita, hanya bertanya saja sudah melakukan filsafat. Ada berpikir yang tidak memakai pengalaman dan juga pengalaman yang tidak memakai berpikir. Sebagian besar manusia tidak memikirkan pengalamannya dan tugas filsafat adalah memikirkan pengalaman-pengalaman tersebut.