REFILSEP
VI
(Sejarah
aliran filsafat)
Semua
berangkat pada yang ada dan yang mungkin ada. Berbagai macam sifat ada, yang
ada bisa bersifat tetap yang dibawa oleh filsuf Permenides dan yang ada juga bisa
juga bersifat berubah yang dibawa oleh filsuf Heraclitos. Dalam hal ada, ada
unsur yang naik dan ada pula unsur yang turun, jika skemanya diurutkan dari
bawah, maka terdiri dari dimensi material, dimensi formal, dimensi normatif,
dan dimensi spiritual. Yang ada berjumlah satu untuk dimensi yang menyentuh
spiritual (akhirat), dan yang ada berjumlah banyak untuk dimensi yang menyentuh
material (dunia).
Aliran
tersebut mengalir, kemudian yang ada itu bisa berada di dalam, dan bisa pula
berada di luar. Jika berbicara yang ada bersifat tetap dan berubah, maka jika
kita berbicara tentang ruang dan waktu, maka yang akan terjadi adalah
pertengkaran. Numun karena dalam filsafat itu diperlukan adanya toleransi
terhadap ruang dan waktu. Plato (idealism) adalah filsuf yang mendukung bahwa
yang ada itu bersifat tetap, sedang kan muridnya yang bernama Aristoteles
(realism) merupakan filsuf yang mendukung bahwa yang ada itu bersifat berubah.
Muncullah dengan variasi monoism dan realism dan pluralism. Muncullah Rene
Descartes (rasionalism), dan David Hume (empirism). Rene Descartes
melanggengkan pendapat Permenides bahwa segala sesuatunya itu bersifat tetap.
Muncullah juru damai dalam filsafat yaitu Immanuel Kant. Immanuel Kant
mempunyai banyak aliran dalam filsafat. Immanuel Kant mengatakan bahwa sifat
dari aliran yang dibawa oleh Rene Descartes adalah analitik a priori yang
kebenarannya bersifat koherensi, sedangkan sifat dari aliran yang dibawa oleh
David Hume adalah sintetik aposteriori yang kebenarannya bersifat korespondensi.
Oleh karena itu, Immanuel Kant ilmu adalah gabungan antara pengalaman
(sintetik) dan logika (analitik) sehingga menjadi sintetik apriori. Logika saja
tanpa pengalaman adalah kosong, sedangkan pengalaman saja tanpa ilmu adalah
buta. Oleh karena itu hakekat mencari ilmu adalah gabungan antara pengalaman
dan logika agar kita tidak menjadi buta dan kosong. Oleh karena itu, matematika
murni yang hanya mengandalkan analitik terancam sebagai bukan ilmu (hanya
separuh ilmu).
Berselang
beberapa abad tepatnya pada abad ke-19, lahirlah filsuf August Comte yang
mengklaim bahwa dirinya adalah positivime. August Comte mengatakan bahwa cukup
menggunakan logika dan ilmu pengetahuan saja untuk membangun masyarakat. August
Comte mengatakan bahwa spiritualism adalah paling bawah tempatnya yang disusul
oleh tradisionalism, dan selanjutnya adalah maju. Hal ini menyiratkan bahwa
jika ingin maju maka tinggalkanlah spiritualism. Menurut August Comte, sebagian
dari spiritualism itu bersifat irrasional. Dari sinilah muncul segala macam
pengetahuan (logi) seperti biologi, sosiologi, antropologi, dan ilmu
pengetahuan lainnya.
Dimensi
yang dibangun oleh August Comte berbenturan antara dunia barat dan dunia timur.
Dimana dimensi pada dunia timur dimulai dari dimensi material, formal, normatif,
dan spiritual, sedangkan dimensi pada dunia barat dimulai dari dimensi
spiritual, tradisional, dan maju. Karena adanya benturan tersebut, mulailah
perkembangan kemajuan teknologi yang disebut fase eksploitasi dunia (feudalism)
dan penjajahan. Oleh karena perkembangan tersebut tanpa disadari telah menyusup
ke berbagai dimensi kehidupan, maka muncullah yang dinamakan Power Now, dimana
Power Now menganggap struktur dunia itu bukanlah masalah tulisan dan ucapan,
tetapi bagaimana mewujudkannya dan mengisinya agar tidak menjadi kosong dan
buta.
Power
Now memandang bahwa masyarakat terendah adalah masyarakat archaic (masyarakat
pada zaman batu), kemudian masyarakat tribal, kemudian masyarakat tradisional,
kemudian masyarakat feodal, masyarakat modern, masyarakat post modern,
masyarakat pos post modern (kontemporer/kehidupan sekarang). Inilah yang
diperjuangkan oleh Power Now, sehingga tak terkendalilah kemajuan sekarang,
sehingga terciptalah sitem yang tak terkendali. Hidup ini pun menjadi saling
dajjal mendajjalkan.
Dengan
empat pilar utama yaitu pilar neo kapitalism, neo utilitarian, neo pragmatism,
dan neo hedonism, itulah yang digunakan untuk mengeksploitasi. Oleh karena itu
kita sering menjumpai fenomena-fenomena yang tak terprediksi (unprediction). Sehingga diri kita
sendiri telah berubah menjadi power now. Solusi dari fenomena-fenomena ini
adalah selalu beristigfar (selalu mengingat Tuhan). Beristighfar dalam
bertempur melawan power now, diperlukan metode yang dinamis, fleksibe, cerdas,
kritis dan kreatif. Oleh karena itu, inilah pentingnya flsafat. Dengan filsafat
kita dapat mengungkap semua hal itu menjadi sebuah kesadaran dan
mengembalikannya pada diri kita masing-masing.
Kehidupan
kita termasuk di dalamnya kebijak-kebijakan dan sebagainya sedang mengalami
dilema unantivalensi termasuk
pengembangan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 mengalami tekanan yang luar biasa
untuk menyeimbangkan dengan kebutuhan power now, sehingga diberlakukannya
metode sains dalam kurikulum tersebut. Kita tidak dapat mengutuk kurikulum
tersebut, karena secara langsung maupun tidak langsung kita telah turut andil
dalam kurikulum tersebut. Dunia ini bukanlah mengenai baik dan buruk atau benar
dan salah, tetapi dunia ini ibarat siang dan malam yang saling membutuhkan. Tidak
bisa lagi menggunakan cara tradisional dalam menyelesaikan masalah-masalah
global (kontemporer).
Menurut
filsafat ilmu itu ada dua, yaitu ilmu kealaman dan imu humaniora. Dan ilmu yang
lainnya dijabarkan dari dua ilmu lainnya. Kurikulum 2013 hanya menghendaki ilmu
alam saja dan melupakan ilmu humaniora. Ilmu humaniora tidak cocok untuk
menggunakan metode saintifis. Hal inilah yang merupakan suatu nodus. Hal ini
juga termasuk dalam fenomena power now.
Dewan power now adalah rasa ingin tahu yang tak terbatas.
Cara
menyeimbangkan antara dimensi dalam kehidupan yang berbeda dengan kehidupan
dalam dimensi yang berbeda. Orang barat menyeimbangkannya dengan menggunakan
cara hermenetika dalam terjemah dan diterjemahkan terhadap yang ada dan yang
mungkin ada. Orang timur menggunakan metode silaturahim dalam menerjemah dan
diterjemahkan. Cara mentolerir gempuran sang power now dengan cara
memanfaatkannya dengan hal yang baik dalam dimensi spiritual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar