Jumat, 08 November 2013

Rafleksi 6, Filsafat Ilmu

REFILSEP VI
(Sejarah aliran filsafat)

Semua berangkat pada yang ada dan yang mungkin ada. Berbagai macam sifat ada, yang ada bisa bersifat tetap yang dibawa oleh filsuf Permenides dan yang ada juga bisa juga bersifat berubah yang dibawa oleh filsuf Heraclitos. Dalam hal ada, ada unsur yang naik dan ada pula unsur yang turun, jika skemanya diurutkan dari bawah, maka terdiri dari dimensi material, dimensi formal, dimensi normatif, dan dimensi spiritual. Yang ada berjumlah satu untuk dimensi yang menyentuh spiritual (akhirat), dan yang ada berjumlah banyak untuk dimensi yang menyentuh material (dunia).
Aliran tersebut mengalir, kemudian yang ada itu bisa berada di dalam, dan bisa pula berada di luar. Jika berbicara yang ada bersifat tetap dan berubah, maka jika kita berbicara tentang ruang dan waktu, maka yang akan terjadi adalah pertengkaran. Numun karena dalam filsafat itu diperlukan adanya toleransi terhadap ruang dan waktu. Plato (idealism) adalah filsuf yang mendukung bahwa yang ada itu bersifat tetap, sedang kan muridnya yang bernama Aristoteles (realism) merupakan filsuf yang mendukung bahwa yang ada itu bersifat berubah. Muncullah dengan variasi monoism dan realism dan pluralism. Muncullah Rene Descartes (rasionalism), dan David Hume (empirism). Rene Descartes melanggengkan pendapat Permenides bahwa segala sesuatunya itu bersifat tetap. Muncullah juru damai dalam filsafat yaitu Immanuel Kant. Immanuel Kant mempunyai banyak aliran dalam filsafat. Immanuel Kant mengatakan bahwa sifat dari aliran yang dibawa oleh Rene Descartes adalah analitik a priori yang kebenarannya bersifat koherensi, sedangkan sifat dari aliran yang dibawa oleh David Hume adalah sintetik aposteriori yang kebenarannya bersifat korespondensi. Oleh karena itu, Immanuel Kant ilmu adalah gabungan antara pengalaman (sintetik) dan logika (analitik) sehingga menjadi sintetik apriori. Logika saja tanpa pengalaman adalah kosong, sedangkan pengalaman saja tanpa ilmu adalah buta. Oleh karena itu hakekat mencari ilmu adalah gabungan antara pengalaman dan logika agar kita tidak menjadi buta dan kosong. Oleh karena itu, matematika murni yang hanya mengandalkan analitik terancam sebagai bukan ilmu (hanya separuh ilmu).
Berselang beberapa abad tepatnya pada abad ke-19, lahirlah filsuf August Comte yang mengklaim bahwa dirinya adalah positivime. August Comte mengatakan bahwa cukup menggunakan logika dan ilmu pengetahuan saja untuk membangun masyarakat. August Comte mengatakan bahwa spiritualism adalah paling bawah tempatnya yang disusul oleh tradisionalism, dan selanjutnya adalah maju. Hal ini menyiratkan bahwa jika ingin maju maka tinggalkanlah spiritualism. Menurut August Comte, sebagian dari spiritualism itu bersifat irrasional. Dari sinilah muncul segala macam pengetahuan (logi) seperti biologi, sosiologi, antropologi, dan ilmu pengetahuan lainnya.
Dimensi yang dibangun oleh August Comte berbenturan antara dunia barat dan dunia timur. Dimana dimensi pada dunia timur dimulai dari dimensi material, formal, normatif, dan spiritual, sedangkan dimensi pada dunia barat dimulai dari dimensi spiritual, tradisional, dan maju. Karena adanya benturan tersebut, mulailah perkembangan kemajuan teknologi yang disebut fase eksploitasi dunia (feudalism) dan penjajahan. Oleh karena perkembangan tersebut tanpa disadari telah menyusup ke berbagai dimensi kehidupan, maka muncullah yang dinamakan Power Now, dimana Power Now menganggap struktur dunia itu bukanlah masalah tulisan dan ucapan, tetapi bagaimana mewujudkannya dan mengisinya agar tidak menjadi kosong dan buta.
Power Now memandang bahwa masyarakat terendah adalah masyarakat archaic (masyarakat pada zaman batu), kemudian masyarakat tribal, kemudian masyarakat tradisional, kemudian masyarakat feodal, masyarakat modern, masyarakat post modern, masyarakat pos post modern (kontemporer/kehidupan sekarang). Inilah yang diperjuangkan oleh Power Now, sehingga tak terkendalilah kemajuan sekarang, sehingga terciptalah sitem yang tak terkendali. Hidup ini pun menjadi saling dajjal mendajjalkan.
Dengan empat pilar utama yaitu pilar neo kapitalism, neo utilitarian, neo pragmatism, dan neo hedonism, itulah yang digunakan untuk mengeksploitasi. Oleh karena itu kita sering menjumpai fenomena-fenomena yang tak terprediksi (unprediction). Sehingga diri kita sendiri telah berubah menjadi power now. Solusi dari fenomena-fenomena ini adalah selalu beristigfar (selalu mengingat Tuhan). Beristighfar dalam bertempur melawan power now, diperlukan metode yang dinamis, fleksibe, cerdas, kritis dan kreatif. Oleh karena itu, inilah pentingnya flsafat. Dengan filsafat kita dapat mengungkap semua hal itu menjadi sebuah kesadaran dan mengembalikannya pada diri kita masing-masing.
Kehidupan kita termasuk di dalamnya kebijak-kebijakan dan sebagainya sedang mengalami dilema unantivalensi termasuk pengembangan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 mengalami tekanan yang luar biasa untuk menyeimbangkan dengan kebutuhan power now, sehingga diberlakukannya metode sains dalam kurikulum tersebut. Kita tidak dapat mengutuk kurikulum tersebut, karena secara langsung maupun tidak langsung kita telah turut andil dalam kurikulum tersebut. Dunia ini bukanlah mengenai baik dan buruk atau benar dan salah, tetapi dunia ini ibarat siang dan malam yang saling membutuhkan. Tidak bisa lagi menggunakan cara tradisional dalam menyelesaikan masalah-masalah global (kontemporer).
Menurut filsafat ilmu itu ada dua, yaitu ilmu kealaman dan imu humaniora. Dan ilmu yang lainnya dijabarkan dari dua ilmu lainnya. Kurikulum 2013 hanya menghendaki ilmu alam saja dan melupakan ilmu humaniora. Ilmu humaniora tidak cocok untuk menggunakan metode saintifis. Hal inilah yang merupakan suatu nodus. Hal ini juga termasuk dalam fenomena power now.  Dewan power now adalah rasa ingin tahu yang tak terbatas.
Cara menyeimbangkan antara dimensi dalam kehidupan yang berbeda dengan kehidupan dalam dimensi yang berbeda. Orang barat menyeimbangkannya dengan menggunakan cara hermenetika dalam terjemah dan diterjemahkan terhadap yang ada dan yang mungkin ada. Orang timur menggunakan metode silaturahim dalam menerjemah dan diterjemahkan. Cara mentolerir gempuran sang power now dengan cara memanfaatkannya dengan hal yang baik dalam dimensi spiritual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar