REFILSEP II
Berfilsafat
tidak berawal dari sesuatu yang sulit, tetapi berfilsafat berawal dari sesuatu
yang wajar-wajar saja yang melekat pada diri kita masing-masing. Berfilsafat adalah
olah pikir. Berfilsafat berarti mengembarakan pikiran kita. Berfilsafat juga
berarti bersyukur bahwa kita masih diberi kemampuan untuk hidup dan
menghidupkan, karena filsafat itu hidup dan menghidupkan.
Bagi
sebagian besar dari kita merasa filsafat itu sangatlah sulit untuk dimengerti. Sehingga
muncullah keinginan untuk mengetahui bagaimana cara menjawab pertanyaan secara
filsafat. Jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam konteks filsafat dari
setiap orang pasti berbeda-berbeda tergantung pada dimensi ruang dan waktunya. Filsafat itu sensitif terhadap ruang dan
waktu, artinya kita sadar bahwa ada dimensi vertikal (hubungan kita kepada
Tuhan) dan dimensi horisontal (hubungan kita dengan sesama makhluk ciptaan
Tuhan meliputi yang ada dan yang mungkin ada).
Dimensi
itu rumit, komleks, dan saling tali temali. Dalam filsafat, bukanlah jawaban
yang dipentingkan melainkan bagaimana penjelasan dari pertanyaan-pertanyaan
tersebut. Seperti contohnya pertanyaan mengenai mengapa air mineral dalam
kemasan gelas itu tidak tumpah? Hal ini disebabkan karena holistik. Mengapa disebut
holistik? Karena untuk mencari kesempurnaan. Oleh karena itu, semua sisi dan
sudutnya terdapat kesempurnaan sehingga air dalam kemasan gelas itu tidak mudah
tumpah.
Hidup
yang indah itu adalah hidup yang komprehensif dan holistik. Hidup yang tak
karuan dan tak seimbang itu adalah hidup yang parsial. Segala sesuatu yang telah
terjadi disebut takdir. Segala sesuatu yang belum terjadi disebut ikhtiar. Tuhan
selalu memberikan keseimbangan dalam hidup ini, oleh karena itu ada ekuilibrium
dalam hidup ini agar tak terjadi suatu kesenjangan dan tak keseimbangan. Oleh
karena ittu, manusia selayaknya senantiasa memohon ampun, agar senantiasa
berada dalam tuntunan dan ridho Allah SWT sehingga senantiasa dapat
menyeimbangkan hidup. Salah satu contoh menyeimbangkan hidup adalah memiliki
pikiran yang kritis dan hati yang ikhlas.
Bagaimana
cara memahami filsafat. Pertanyaan itu sering muncul pada diri yang sedang
mempelajari filsafat. Filsafat itu terdiri dari dimensi material, formal, normatif,
dan spiritual. Oleh karena itu, jika filsafat telah menyentuh dimensi
spiritual, maka filsafat itu harus berhenti. Refleksi dari pengalaman suatu
pengetahuan adalah gabungan antara logika, rasionalitas, dan pengalaman itu
sendiri sehingga senantiasa terjadi tesis dan anti tesis dalam pengetahuan.
Menjawab
secara filsafat juga harus meriver kepada pikiran para filsuf. Contoh kecilnya
adalah suatu pertanyaan mengapa kita kuliah? Menurut filsuf Plato, kita kuliah
kareana sesuatu yang diideliskan atau dicita-citakan. Plato mengemukakan bahwa
segala sesuatu yang ia pikirkan bersifat idealis, tetapi yang nampak hanyalah
contoh saja, tak ada yang sempurna. Mengapa tak ada yang sempurna? Karena kesempurnaan
hanyalah milik Allah SWT.
Mengapa
dalam kebaikan ada keburukan? Karena relatif. Mengapa dalam keburukan ada
kebaikan? Karena relatif terhadap dimensi ruang dan waktu. Filsafat adalah
akumulasi, sehingga setiap kata mewakili dunianya sendiri, dan setiap dunia
terkarakterisasi oleh kata-kata maupun kalimat yang mengkarakterkan dunia itu
sendiri. Contoh paling sederhanya adalah mengapa manusia menangis? Jawaban-jawaban
yang mungkin muncul dari pertanyaan tersebut adalah jawaban-jawaban yang
mewakili duanianya masing-masing. Contohnya, dalam sudut pandang filsafat,
menangis karena kuasa maupun tak kuasa. Dalam sedut pandang spiritual, menangis
karena khusyuk. Dalam sudut pandang psikologi, menangis karena perasaan. Dalam sudut
pandang ekonomi, menangis karena tak mempunyai uang. Dalam sudut pandang
politik, menangis karena kegagalan daam suatu koalisi. Dalam sudut pandang
pendidikan, menangis karena tak berilmu, dan masih banyak lagi penyebab
menangis dari berbagai sudut pandang yang meliputi segala sesuatu yang ada dan
yang mungkin ada.
Dalam
filsafat, nenek moyang para filsuf adalah Herakritos dan Permenides. Menurut Herakritos,
segala sesuatu itu berubah, dan menurut Permenides, segala sesuatu itu tetap. Segala
sesuatu yang berubah menurut Herakritos meliputi perasaan maupun wujud dari
yang ada dan yang mungkin ada tergantung pada dimensi ruang dan waktu. Sedangkan
sesuatu yang tetap menurut Permenides adalah dari zaman dahulu hingga kini,
tetaplah manusia itu adalah ciptaan Tuhan jika kita berbicara dalam dimensi
spiritual.
Manusia
itu terbatas, terbatas terhadap dimensi ruang dan waktunya. Manusia tidak
mengetahui semua hakikat seluruh. Manusia hanya memahami sedikit hakikat,
bahkan yang sedikit itu saja belum tentu manusia memahami apalagi yang bersifat
menyeluruh. Bersyukurlah kita karena Tuhan memberikan keterbatasan terhadap
dimensi ruang dan waktu yang kita miliki. Pada dasarnya, filsafat adalah
kesadaran untuk mengetahui bahwa manusia adalah serba terbatas meliputi yang
ada dan yang mungkin ada dalam dimensi ruang dan waktu. Oleh karena itu,
teruslah membaca, karena dengan menbaca kita tidak hanya dapat pikiran tetapi
juga hati kita. Membacalah agar kita mampu hidup dan menghidupkan, seimbang dan
menyeimbangkan, selaras dan menyelaraskan, bahagia dan membahagiakan, serta ikhlas
dan mengikhlaskan.
Assalamu'alaikum wr. wb.
BalasHapussmoga Allah SWT memberikan keselamatan, rahmat, dan barokah kepadamu..amin..^_^..
Wa'alaikumsalam Wr. Wb.
BalasHapusAamiin Ya Robbal'alamin.
Semoga Allah SWT juga memberikan keselamatan, rahmat, dan barokah kepadamu..amin..^_^..
Terimakasih.