REFILSEP IV
Alam semesta terbuat dari apa?
Tuhan itu mendahului segala sesuatu. Mendahului
apa-apa yang diciptakan. Manusia mempunyai sejarah yang terbatas. Sebenar-benar
sejarah adalah milik Tuhan. Apalah manusia mengerti sejarah dirinya, manusia
sebenarnya tidak mengetahui dirinya walaupun hanya satu titik. Tuhan itu mendahului
segala sesuatu. Mendahului segala sesuatu yang diciptakannya. Jadi Tuhanlah
yang mempunyai sejarah. Manusia sejarahnya sangat terbatas dan relatif. Tuhanlah
yang mengetahui semua sejarah dari yang ada dan yang mungkin ada.
Ketika kita melakukan olah pikir dan olah
hati, maka kita menggunakan spiritual. Ketika menggunakan olah hati, maka
manusia yang bersifat tidak sempurna, mempunyai wilayah penekanan-penekanan di
dalamnya. Ada kalanya ketika kita berada, kita masih menggunakan otak kita, tetapi
jika kita mengintensifkan spiritual kita, maka kita harus menghentikan olah
pikir kita. Pengetahuan spiritual manusia bisa tinggi dan rendah, namun kualitas
dalam spiritual kita hanya Tuhanlah yang tahu.
Alam semesta terbuat dari apa, merupakan
misteri Tuhan. Manusia hanya mempunyai batas tertentu dalam berpikir, jika
manusia mengetahui Alam semesta terbuat dari apa, maka sesungguhnya manusia
mulai mengenal misteri Tuhan. Kendalikanlah pikiran kita menggunakan hati kita.
Tetapkanlah hati kita sebagai komandan kita. Sebenar-benarnya dan
semampu-mampunya berfilsafat adalah menjelaskan.
Apa yang kita peroleh dan apa yang kita
baca, itulah yang kita gunakan sebagai awal dari pemaham kita. Jangan mudah
merasa sombong atas apa yang sedah kita peroleh. Berfilsafat itu adalah mencari
hakekat. Pengalaman adalah separuh dari ilmu, separuhnya lagi adalah
memikirkannya. Ilmu bukanlah sesuatu yang instan.
Perlukah menghafal dalam belajar filsafat?
Metode menghafal adalah metode yang naïf bin
konyol. Karena metode tersebut tidak mencapai sasaran. Sasaran dari
pembelajaran adalah pemahaman. Tujuan dari belajar adalah bagaimana caranya
yang mungkin ada menjadi ada.
Apakah ada tokoh filsafat yang baru?
Filsafat itu berdimensi, sehingga tokohnya
juga berdimensi. Pikirannya juga berdimensi. Dimensi itu menyangkut struktur. Strukturnya
menyangkut yang ada dan yang mungkin ada. Hal ini menyangkut salah satu
struktur dari bermilyar-milyar struktur yang ada. Ada filsafat material,
formal, normati, dan spiritual. Bentuk-bentuk materialnya berbentuk Buku-bukunya,tulisannya,
dan sebagainya, tokoh-tokoh formal Plato, Socrates, Rene Descartes, Immanuel
Kant, Russel, dan yang lainnya, sedangkan tokoh-tokoh normatifnya adalah
pikiran-pikirannya para filsuf dan ide-idenya. Dalam berfilsafat, maka diri
kitalah tokoh substansi dari filsafat kita. Fungsi dari belajar filsafat adalah
membebaskan pikiran kita dari keterkungkungan tokoh-tokoh lain dalam hal
metodologi berpikirnya sesuai dengan dimensi ruang dan waktunya.
Apa beda antara kebanggaan dan kesombongan?
Manusia itu tidak sempurna dan mempunyai
banyak kesalahan dan kekurangan. Salah satu kekurangannya adalah manusia tidak
bisa terisolasi. Manusia itu terbatas. Karena keterbatasannya maka manusia
menemukan arti hidupnya. Sesungguhnya manusia itu multiwajah ketika di dunia. Namun
jika kita kembali ke langit, maka manusia hanyalah satu, yaitu kekuasaannya. Begitu
turun ke dunia, maka manusia adalah multifacet (plural). Manusia tak pernah mencapai
namanya. Hanya Tuhanlah yang sama dengan nama-Nya. Bangga dan kesombongan lebih
ke bentuk wadahnya. Bangga dan sombong sama-sama menjadi predikat dari suatu
subyek.
Mengapa
pengetahuan bisa muncul dari keragu-raguan?
Tokoh bersejarah dari paham keragu-raguan
adalah ilmu adalah Rene Descartes. Padahal, rene Descartes meragukan semuanya
tanpa terkecuali termasuk Tuhan. Keragu-raguannya itu dalam rangka menemukan
Tuhan. Ragu-ragu juga berdimensi. Ragu-ragu bisa menjadi ilmu karena setelah
meragukan sesuatu maka ketemulah pengetahuan.
Bagaimana cara membedakan penjelasan
mengenai material, formal, normatif, dan spiritual dalam berfilsafat?
Dalam mempelajari filsafat, apalagi untuk
membedakan berbagai dimensi, tidaklah seinstan yang kita pikirkan. Material,
formal, normatif, dan spiritual mempunyai dimensinya masing-masing. Susahnya memahami
bahasa analog sama halnya dengan membedakan dimensi tersebut. Memahami perbedaan
dari dimensi memanglah sulit, sama halnya dengan tidak mudahnya memahami bahasa
analog. Inilah cara berkomunikasi antara dimensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar