Refleksi Pertemuan 9
Pendidikan adalah proses pembentukan karakter, penguatan pikiran dan perluasan kecerdasan. Dalam konsep yang sebenarnya, pendidikan harus membebaskan pemikiran dari segala belenggu, sosial, ekonomi, dan politik. Pendidikan sangat erat kaitannya dengan peradaban dan kemajuan serta berdampak besar bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, menjadi faktor penting dalam aktivitas kehidupan pendidikan juga sangat dipengaruhi oleh filsafat. Bidang filsafat yang berbeda yaitu filsafat dan memiliki pengaruh besar pada berbagai aspek pendidikan seperti prosedur pendidikan, perencanaan, kebijakan dan pelaksanaannya, baik dari aspek teoritis maupun praktis.
Filsafat Pendidikan adalah tanda yang berhubungan dengan penyelidikan tentang alasan, prosedur, sifat dan tujuan pendidikan. Pendidikan dapat dicirikan sebagai pengajaran dan pembelajaran bakat eksplisit, dan pemberian informasi, penilaian dan pengetahuan. Pendidikan adalah komponen penting dalam kelangsungan hidup reguler dan penting untuk mempersiapkan peserta didik untuk mengatasi kesulitan saat ini dan melengkapi mereka untuk beradaptasi dengan apa yang akan datang.
Pentingnya filsafat pendidikan bagi seorang guru mempengaruhi kemampuan, kecenderungan, kualitas, dan kerangka berpikir dari setiap pelajar. Hal ini termasuk kontrol ilmiah, bimbingan individual, inovasi, inspirasi, penilaian untuk kriteria, pemikiran, pencitraan diri dan menekankan penggunaan paling ekstrim dari potensi alam untuk setiap siswa. Pendidikan harus menjadi keterlibatan yang terletak pada aktivitas di mana anak dapat memenuhi potensi bawaan. Pengalaman belajar harus ditampilkan dalam berbagai cara termasuk latihan yang memperhatikan modalitas visual, suara, dan materi.
Guru harus tahu tentang gaya belajar menarik setiap anak dan memberikan bimbingan yang berjejaring dengan gaya belajar itu. Guru harus menjadi motivator dan memiliki kemampuan untuk secara tepat menyusun keinginan siswa untuk memberdayakan mereka untuk mencapai yang terbaik mereka sendiri. Di sisi lain, pedagogi adalah istilah yang mendorong kita untuk memahami dan menggambarkan bagaimana instruktur mengembangkan, mendukung, melanjutkan, dan bahkan mengubah siswa. Ini mencakup tujuan dan informasi ahli, pilihan program pendidikan, asosiasi kelas, gaya penyampaian latihan, struktur pembelajaran, metodologi pengajaran dan pembelajaran, sifat kerjasama peserta didik, jenis kontrol dan disiplin, dan strategi evaluasi dipilih oleh pendidik dan disahkan di ruang tutorial. Selain itu, asosiasi sekolah harus dilihat sebagai kumpulan para ahli yang bekerja sama untuk membantu siswa tetapi instruktur tidak dapat menjalankan tanggung jawab sendiri untuk meningkatkan potensi setiap siswa.
Ada tiga hal yang dianggap penting tentang filsafat dan pendidikan. Setiap masalah ini digambarkan dalam bentuk sebuah dikotomi yang selalu berisi perbandingan pemikiran sudut pandang filsafat absolutis dan fallibilis. Pertama, ada perbedaan antara pengetahuan sebagai produk akhir yang sebagian besar diwujudkan dalam bentuk dalil-dalil dengan kegiatan memahami atau kegiatan mencari pengetahuan. Kedua, ada perbedaan antara matematika sebagai pengetahuan yang berdiri sendiri dan bebas nilai dengan matematika sebagai sesuatu yang berhubungan dan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari jaringan ilmu pengetahuan manusia. Ketiga, perbedaan ini memisahkan pandangan matematika sebagai ilmu yang objektif dan bebas nilai karena hanya terfokus pada logika internalnya sendiri, dengan memandang matematika sebagai bagian yang menyatu dengan budaya manusia dan oleh karena itu dipengaruhi oleh nilai-nilai manusia seperti halnya wilayah dan pengetahuan lainnya (Ernest, 2004: 22–23).
Filsafat pendidikan matematika mencakup tinjauan beberapa masalah sentral pendidikan matematika: ideologinya, fondasinya dan tujuannya. Ia juga memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang hakikat aspek-aspeknya: hakikat matematika, nilai matematika, hakikat siswa, hakikat belajar, hakikat pengajaran matematika, hakikat sumber belajar mengajar, hakikat pembelajaran. penilaian, sifat matematika sekolah, sifat siswa belajar matematika (Marsigit, 2009). Hal ini berkaitan dengan hakikat Pendidikan itu sendiri. Hakikat Pendidikan yang cocok dengan pembelajaran matematika adalah dimensi liberal, needs, dan democracy.
Dimensi liberal masuk pada tahapan Progressive Educator. Dalam tahapan ini, politik bersifat liberal. Pengetahuan dari Progressive Educator berpegang pada proses berpikir, dimana nilai moralnya bersifat humanis. Teori sosial yang berlaku pada dimensi ini adalah kesejahteraan, telah mengalami pergeseran dibandingkan dengan tahap sebelumnya yaituIndustrial Trainer dan Technological Pragmatism yang masih bersifat hirarkis. Teori belajar yang digunakan adalah berorientasi pada siswa. Ranah dari teori kemampuan dalam Progressive Educator sudah mengarah pada analisis kebutuhan, dimana tujuan pendidikannya adalah bagaimana membentuk kreativitas siswa, yang sangat memercayai bahwa belajar itu merupakan hasil dari mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Fokus pembelajarannya adalah kemampuan mengeksplorasi. Alat bantu dalam proses pembelajaran pada dimensi ini sudah mulai beragam, mulai dari media pembelajaran audio, visual, maupun kombinasi dari keduanya, di mana hasil belajar telah dievaluasi menggunakan portofolio. Adapun perbedaan dari dimensi ini yaitu bersifat terbuka, dimana jawaban yang diharapkan adalah banyak solusi sehingga dapat merangsang kreativitas siswa. Dimensi ini dapat terlihat pada Kurikulum yang berlaku di Indonesia pada penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Dimensi need dan democracy telah masuk pada tahapan setelah progressive educator, yaitu Public Educator. Dalam dimensi ini, politik telah bersifat demokrasi, di mana pemimpin dapat dipilih langsung oleh rakyatnya melalui pemilihan umum. Pengetahuan dari Public Educator berpegang pada aktivitas sosial, di mana nilai moralnya bersifat kebebasan dalam memilih, berpikir, dan bertindak. Teori sosial yang berlaku pada dimensi ini adalah kebutuhan akan reformasi, telah mengalami pergeseran dibandingkan dengan empat dimensi sebelumnya. Teori pebelajar yang digunakan adalah teori belajar konstruktivisme. Ranah dari teori kemampuan dalam Public Educator telah mengarah pada hermeneutika, dimana tujuan pendidikannya adalah bagaimana siswa dapat mengontruksi pemahamannya sendiri, dan sangat memercayai bahwa belajar itu merupakan hasil dari mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Teori pembelajarannya adalah kemampuan hermeneutika. Alat bantu dalam proses pembelajaran pada dimensi ini sudah mulai beragam, mulai dari media pembelajaran audio, visual, maupun kombinasi dari keduanya, dan juga menjadikan lingkungan sosial sebagai media pembelajaran, di mana hasil belajar telah dievaluasi menggunakan portofolio dan penilaian dalam konteks sosial. Adapun perbedaan dari dimensi ini dibandingkan dengan dimensi-dimensi sebelumnya yaitu bersifat hetereogonomous, yaitu perbedaan atau keragaman. Dimensi ini dapat terlihat pada Kurikulum yang berlaku di Indonesia pada penerapan Kurikulum 2013. Dimensi Public Educator ini telah terlihat pada akhir dari era Revolusi Industri 4.0 yang saat ini sedang berlangsung dan mulai mengarah pada era Society 5.0.
Untuk kaitannya dengan pembelajaran matematika di Indonesia, dimensi yang sesuai adalah dimensi public educator. Dimensi ini mencakup ranah needs dan democracy, di mana pembelajaran berdasarkan atas kebutuhan siswa, di mana tujuan Pendidikan di arahkan pada bagaimana siswa dapat mengkonstruksi pemahamannya sendiri, karena belajar merupakan proses mengkonstruksi pengetahuan. Selain daripada itu, media pembelajaran yang digunakan dalam dimensi ini telah banyak mengalami perkembangan, yakni media pembelajaran yang mengombinasikan audio dan visual, sehingga matematika tidak menjadi sesuatu yang abstrak bagi siswa. Bahkan lingkungan sosial pun dapat dijadikan sebagai media pembelajara, karena sejatinya matematika adalah kegiatan sosial. Hal ini juga sesuai dengan Program Kampus Merdeka yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia, di mana mahasiswa dapat memilih prodi atau kampus di luar kampus utamanya saat ini untuk memenuhi kebutuhannya terkait ilmu pengetahuan.
Referensi:
Ernest, P. (2004). The Philosophy of Mathematics Education. Taylor & Francis e-Library.
Marsigit, M. A. (2009). Philosophy of Mathematics Education. Diambil dari http://powermathematics.blogspot.com